Sumber foto |
Entah kenapa saya tertarik dengan berita sehari lalu
mengenai JHT (Jaminan Hari Tua) BPJS Ketenagakerjaan dimana pemberitaan ini menimbulkan
sesuatu yang kelihatannya meresahkan masyarakat, dalam hal ini pekerja. Entah
tiba-tiba atau memang sudah di plan-kan
sejak lama oleh pemerintah untuk menampilkan aturan ini di masyarakat umum.
Aturan bahwa “pembayaran manfaat JHT
dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu setelah kepesertaan mencapai minimal
10 tahun. Pengaturan lebih lanjut tertuang dalam PP JHT yang baru hanya
menjabarkan kata "sebagian" yaitu dana bisa diambil 30 persen untuk
uang perumahan dan 10 persen untuk lainnya“. Banyak dari masyarakat
langsung heboh dan menyalahkan pemerintah, entah itu setelah masyarakat membaca
berita yang dibuat oleh media atau karena masyrakat memahami undang-undang
terkait.
Tak lepas dari ini, presiden pun disalahkan karena tidak berpihak pada rakyat. Bahkan ada berita di sebuah media yang mengatakan bahwa ada pihak yang curiga presiden tidak membaca sebelum mengesahkan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2015 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo terkait BPJS Ketenagakerjaan (saya ndak tahu detail apa yang dimasalahkan oleh pihak tersebut dalam PP No. 46 Tahun 2015 ini).
Tak lepas dari ini, presiden pun disalahkan karena tidak berpihak pada rakyat. Bahkan ada berita di sebuah media yang mengatakan bahwa ada pihak yang curiga presiden tidak membaca sebelum mengesahkan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2015 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo terkait BPJS Ketenagakerjaan (saya ndak tahu detail apa yang dimasalahkan oleh pihak tersebut dalam PP No. 46 Tahun 2015 ini).
Saya jadi tertarik untuk mencoba melihat sedikit tentang Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2015 yang ditandangani presiden Jokowi kalo tidak
salah pada 22 April 2015. Di Perpres ini yang saya lihat menjelaskan tentang “Kedudukan,
Tugas, dan Fungsi Kementrian Sosial”. Di dalam susunan organisasi Kementrian
Sosial, terdapat beberapa sub-organisasi salah satunya Direktorat Jendral
Perlindungan dan Jaminan Sosial yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan
dan pelaksanaan kebijakan di bidang perlindungan dan jaminan sosial sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pada pasal 10 Perpres No. 46 tahun
2015, dijelaskan mengenai pelaksanaan tugas Direktorat Jendral Perlindungan dan
Jaminan Sosial. Dari beberapa subjek yang menjadi sasaran Direktorat Jendral
Perlindungan dan Jaminan Sosial ada subjek lanjut
usia terlantar. Jika saya lihat, pekerja sepertinya masuk ke kategori ini.
Kenapa? Karena JHT yang dalam hal ini dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan
dibawah Direktorat Jendral Perlindungan dan Jaminan Sosial merupakan suatu
simpanan untuk mengantisipasi masa tua seorang pekerja saat pekerja sudah pensiun
agar tidak terlantar hidupnya setelah memasuki masa pensiun, atau saat
mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia. Di Perpres No. 46 Tahun 2015 ini
tidak dijelaskan lebih rinci mengenai tatacara pendaftaran hingga pengambilan
uang JHT.
Saya coba mencari undang-undang yang bisa menjelaskan lebih
rinci mengenai JHT dan ternyata ada di dalam UU No. 40 Tahun 2004 tentang sistem
jaminan sosial nasional. Dalam pasal 13 UU No. 40 Tahun 2004 dinyatakan bahwa “Pemberi
kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta
kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, sesuai dengan program jaminan sosial
yang diikuti”. Lha terus apa hubungannya dengan kita; para pekerja? Ya jelas
ada hubungannya bro, merujuk pada pasal itu kita sebagai pekerja wajib ikut
dalam program jaminan sosial, salah satunya jaminan hari tua (pasal 18 UU No.
40 Tahun 2004). Nggak boleh ada excuse untuk tidak ikut program jaminan sosial jika kita seorang pekerja yang
taat aturan, yang taat aturan lho ya
(saya bold biar tidak ada salah
prasangka diantara kita :D).
Dan saya lihat pada pasal 37 ayat 3 UU No.40 Tahun 2004 bahwa pembayaran
manfaat jaminan hari tua dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu setelah
kepersertaan mencapai minimal 10 tahun. Untuk berapa besarannya saya belum
menemukan rujukan yang bisa saya pakai untuk berargumen, jadi saya nggak berani
stated bahwa 30% JHT boleh diambil
saat membeli perumahan dan 10% boleh diambil untuk hal lain. Mungkin saja ada
yang mau share terkait dengan undang-undang yang merinci hal ini, silahkan saya
dengan senang hati akan sangat terbantu. Mengenai JHT, untuk lebih jelasnya
bisa dilihat pada pasal 35 sampai pasal 38 UU No. 40 Tahun 2004 mengenai
jaminan hari tua.
Dari sini jika masyarakat langsung menyalahkan Jokowi
terkait pemanfaatan dana JHT setelah masa 10 tahun, menurut saya adalah salah
besar karena aturan ini sudah tertuang dalam UU No.40 Tahun 2004 yang disahkan
oleh presiden Megawati. Dan Perpres yang ditandatangani Jokowi, Perpres No. 46 Tahun 2015
hanya menjelaskan mengenai Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementrian Sosial (yang
dalam hal ini termasuk Direktorat Jendral Perlindungan dan Jaminan Sosial), akan
tetapi tidak menjelaskan tentang pemanfaatan JHT setelah masa 10 tahun beserta
besarannya. Jadi, jika yang disalahkan Jokowi terkait pemanfaatan JHT setelah
masa 10 tahun beserta besarannya menurut saya hal ini sangat dzolim. Saya bukan
Jokolovers, saya hanya mengungkapkan apa yang seharusnya saya ungkapkan.
*Note: Perpres (Peraturan Presiden) berbeda dengan PP (Peraturan Pemerintah)
“Orang yang bijak
dalam menerima berita adalah orang yang memastikan kebenaran mengenai berita
tersebut”. (Fajar IR, 2015)
Dari Abu hurairah RA, katanya Rasulullah SAW bersabda: Tahukah
kamu apa yang dikatan Ghibah (gunjingan)?” Jawab para
sahabat “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu”. Sabda Rasulullah SAW, “Ghibah, yaitu mempercakapkan saudaramu
tentang hal yang tidak disukainya”. Ditanya orang beliau, “Bagaimana kalo yang
kami percakapkan itu memang benar?”. Jawab beliau, “Jika yang kamu ucapkan
ternyata benar, berarti engkau telah menggunjing. Dan jika tidak benar, berarti
engkau melakukan suatu kebohongan tentang dirinya” (HR. Muslim)
Terima kasih atas tulisan kritisnya tapi boleh saya kritisi juga
BalasHapusyang anda bahas dalam tulisan anda adalah PP (peraturan Presiden ) 46/ 2015 tentang kemensos (coba anda baca KOP PP referinsi anda disitu ditulis Peraturan Presiden)
jadi bukan PP (PERATURAN PEMERINTAH) tentang jaminan hari tua yg lagi diributkan sekarang. trima kasih terdapat perbedaan antara Peraturan Presiden dg Peraturan Pemerintah
Terimakasih atas masukannya mas Endi. Betul di berbagai media menyebutkan sebagai PP, seharusnya yang disebut haruslah Perpres. Alhamdulillah paling tidak kita sudah mencoba untuk tabayyun dan tidak semakin memperkeruh suasana serta tidak dzolim pada orang lain.
BalasHapusOiya, alhamdulillah sudah saya revisi. :)
BalasHapus